(Analisis
Historis Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara
sebelum Penjajahan Belanda)
A.
PENDAHULUAN
Islam sebagai
salah satu agama dunia dikenal sebagai agama samawi>y atau agama
wahyu yang langsung turun dari Allah. Islam dibawa oleh Nabi Muhammad dengan risalahnya
yang agung yang berupa kitab suci al-Quran telah berhasil berkembang dengan
pesat dan diterima di berbagai Negara.
Proses
Islamisasi juga terjadi secara cepat di wilayah Asia Tenggara khususnya di
Indonesia. Ada dua pendapat mengenai masuknya Islam di Indonesia. Pertama,
pendapat lama, yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13
M. pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana antara lain, N. H. Krom dan Van
Den Berg yang kemudian pendapat tersebut mendapat sanggahan dan bantahan.[1]Kedua,
pendapat baru yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M
atau abad ke-1 H. Pendaat baru ini dikemukakan oleh H. Agus Salim, Zainal
Arifin Abbas, Hamka, Alwi bin T{a>hir al-H{aadda>d, A. Hasjmi, dan Thomas
W. Arnold.[2]
Pendapat kedua
tersebut juga diperkuat oleh pendapat Harry W. Hazard dalam bukunya Atlas of
Islamic History sebagaimana dikutip
oleh Sarijo. Dia menuliskan bahwa orang Islam yang pertama mengunjungi
Indonesia kemungkinan besar adalah saudagar Arab pada abad ke-7 yang singgah di Sumatera dalam perjalanan
menuju ke Cina. Menyusul mereka adalah saudagar dari Gujarat yang berdagang
lada dan yang telah membangun sejak tahun 1100 Percampuran yang unik antara
perdagangan dengan usaha mengembangkan Islam di Indonesia.[3]
Fakta tersebut
membuktikan bahwa Islam telah dikenal dan diterima di Indonesia sejak lama, dan
sejak itulah Islam terus berkembang dengan pesat. Namun yang perlu diketahui
adalah kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan.
Demikian juga kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatangi para muballigh
mempunyai situasi politik dan sosial yang berbeda.
Kerajaan
Sriwijaya misalnya, mulai memasuki masa kemunduran pada abad ke-12 M.
Kemunduran Sriwijaya ini dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan Singasari yang
sedang bangkit di Jawa. Kelemahan Sriwijaya ini dimanfaatkan oleh para muballigh
untuk mendapatkan keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung
daerah-daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak Islam, yaitu
Kerajaan Samudera Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh. Akhirnya
kerajaan Begitu juga dengan Kerajaan Singasari, akibat kekacauan dalam negeri sendiri sebagai akibat perebutan
kekuasaan, juga tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Malaka dengan
baik, sehingga Kerajaan Samudera Pasai dan Malaka dapat berkembang dan mencapai
puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.
Kerajaan
Majapahit pun demikian, sepeninggal Gajah Mada tahun 1364 dan disusul Hayam
Wuruk pada tahun 1389 M, situasi Majapahit mengalami keguncangan.
Kelemahan-kelemahan yang semakin lama semakin memuncak, akhirnya menyebabkan
Kerajaan Majapahit seakin melemah. Akhirnya kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu-Budha semakin melemah dan tidak memiliki kekuasaan yang berarti.[4]
Tidak lama
kemudian muncul beberapa kerajaan Islam di penjuru Nusantara seiring dengan
pengembangan ajaran agama Islam di Indonesia. Di daerah Sumatera muncul
Kerajaan Samudera Pasai (abad ke-13 M), kemudian diteruskan oleh Kerajaan Aceh
Darussalam (abad ke-15 M). Di Darah Jawa muncul Kerajaan Demak, kerajaan
Pajang, dan lain-lain. Di daerah Kalimantan muncul kerajaan Banjar dan Kerajaan
Kutai. Di daerah Sulawesi muncul kerajaan kembar Gowa dan Tallo, Kerajaan Bone,
dan lain-lain. Di daerah Maluku muncul Kerajaan Ternate dan Tidore.
Dari uraian di
atas, maka makalah ini akan mencoba menguraikan kejayaan Islam di Nusantara
dengan menelaah secara historis kerajaan-kerajaan Islam yang terdapat di
Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud dalam makalah ini adalah
kerajaan-kerajaan yang muncul dan berkembang sebelum masa penjajahan kolinial
Belanda.
B.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA
Pulau Sumatera
yang letaknya berdekatan dengan semenanjung Malaka meupakan pulau yang sangat
strategis, terutama wilayah Aceh. Aceh merupakan wilayah yang dijadikan jalur
lalulintas internasional, sehingga kontak perdagangan dunia dengan Aceh telah
dimulai sejak adanya kehidupan dan sejak tumbuhnya peradaban di Nusantara.[5]
Hubungan antarbangsa yang dijalin orang Aceh pada awalnya adalah melalui
hubungan bisnis. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya saudagar dari Arab
dan India mencari rempah-rempah di Sumatera untuk dibawa melalui India dan
selanjutnya diteruskan ke Timur Tengah. Dai interaksi antarbangsa tersebut
dapat dipastikan juga terjadi akulturasi budaya dan ajaran agama terutama agama
Islam. Dari interaksi tersebut Islam mulai berkembang dan berdirilah
kelompok-kelompok yang memproklamirkan dri sebagai kelompok muslim dan
selanjutnya berkembang menjadi sebuah kerajaan. Berikut akan dijelaskan
beberapa kerajaan yang terdapat di pulau Sumatera.
1. Kerajaan Perlak
1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak
adalah kerajaan islam pertama di Nusantara. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-3
Hijriyah (Abad ke-9 M).[6]
Hal ini juga didukung dengan adanya seminar yang diadakan di Aceh. Berdasarkan
seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara” tahun 1980
di Rantau Kuala Simpang, Aceh Timur, memang telah diputuskan bahwa kerajaan
Islam pertama di aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Perlak (Peureulak).
Kesimpulan ini didasarkan pada sebuah dokumen tertua yaitu kita “Iz}ha>r
al-H{aqq” karangan Abu> Ish}aq
al-Makaraniy al-Fassiy. Kitab ini menurut A. Hasjmy merupakan salah satu sumber
yang meyakinkan tentang pernah adanya kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan
Islam pertama di Aceh Nusantara.[7]
Disebutkan pada
tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan
dakwah di bawah Pimpinan nahkoda khalifah. Kerajaan Perlak didirikan oleh
Sayyid Abdul Aziz (Raja pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin
Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah. Menurut A. Hasjmy nahkoda khalifah diduga
berasal dari keturunan Bani Khalifah yang berasal dari jazirah Arab.
Slamet Muljana
menyatakan bahwa pada akhir abad ke-12, di pantai timur Suatera terdapat Negara
Islam bernama Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh
para pedagang asing dari Mesir, Maroko, Persi, dan Gujarat yang menetap di
wilayah itu sejak awal abad ke-12. Pendirinya adalah orang Arab suku Quraysh.
Pedagang Arab itu menikah dengan putrid pribumi, keturunan Raja Perlak. Setelah
dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak, orang tersebut bernama Alaudin Syah.
Demikianlah ia dikenal sebagai Sultan Alaidin Syah dari negeri Perlak.[8]
Adapun para
raja Kerjaan perlak adalah sebagai berikut:
a.
Sultan Alaidin Sayyid Maulana Abdul
Aziz Syah (840-864 M)
b.
Sultan Alaidin Maulana Abdul rahim Syah
(864-888 M)
c.
Sultan Alaidin Sayyid Maulana Abbas
Syah (888-913 M)
d.
Sultan Alaidin Sayyid Maulana Ali
Mughayyat Syah (913-918 M) terjadi pergolakan (918-928 M)
e.
Sultan Makhdum Alaidin Malik abdul
Kadir Syah Johan Bardaulat (928-932 M)
f.
Sultan Makhdum Abdul Malik Ibrahin Syah
Johan Bardaulat (956-983M)
2. Kerajaan Samudera Pasai
2. Kerajaan Samudera Pasai
Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut Aceh. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah
Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078).
Pengganti Meurah Khair adalah
Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133. Pengganti Maharaja
Mansyur
Syah adalah
Maharaja Ghiyasyuddin Syadari tahun 1133-1155.
Raja Kerajaan Samudra Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari tahun1155-1210. Raja ini dikenal juga dengan sebutan Tengku
Samudra atau
Sulthan Nazimuddin
Al-Kamil.
Sultan ini sebenarnya
berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana
untuk merebut
pelabuhan di Gujarat. Raja
ini tidak memiliki keturunan
sehingga pada saat
wafat,
kerajaan
Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan.
Berikutnya muncullah Meurah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh (1261-1297). Meurah Silu adalah keturunan Raja Perlak
yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra
Pasai. Pada masa pemerintahannya,
sistem
pemerintahan kerajaan
dan angkatan perang
laut dan darat sudah terstruktur
rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah
Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dan Perlak berjalan
harmonis.
Meurah Silu memperkokoh hubungan ini dengan menikahi putri Ganggang Sari,
anak Raja Perlak.
Meurah Silu berhasil memperkuat
pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur Aceh dan berkembang
menjadi kerajaan perdagangan
yang kuat di Selat Malaka.[9]
Selain sistem pemerintahan
yang teratur, Kerajaan Samudera Pasai juga telah memiliki mata uang dirham. Hal
ini menunjukkan bahwa kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang
makmur.
Mata uang dirham dari Samudera
Pasai tersebut pernah diteliti oleh H.K.J. Cowan untuk meunjukkan bukti-bukti
sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama-nama raja yang
pernah memimpin kerajaan tersebut.
Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya adalah Sultan
Muhammad
Malik Zahir (1297-1326),
Sultan Mahmud
Malik Zahir (1326-1345),
SultanManshur Malik
Zahir (1345-1346), dan Sultan
Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya
adalah Sultan
Zainal Abidin (1383-1402). Pada
masa pemerintahannya,
kekuasaan
kerajaan meliputi
daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Sultan Zainal Abidin sangat
aktif
menyebarkan
pengaruh Islam ke pulau Jawa dan Sulawesi
dengan mengirimkan ahli-ahli
dakwah,
seperti Maulana
Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.
Urutan selanjutnya yaitu
Sultan Nahrasiyah (1402- ?), Abu Zaid Malik al-Zahir (? -1455 M), Mahmud Malik
al-Zahir (1455-1477 M), Zainal Abidin (1477-1500 M), Abdullah Malik al-Zahir
(1500-1513 M), dan sultan yang terakhir adalah Zainal Abidin (1513-1524 M).
Kerajaan ini berlangsung
sampai tahun 1524 M. Pada tahun 1921 kerajaan ini ditaklukka Portugis yang
mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1924 M dianeksasi oleh kerajaan
Aceh Darussalam dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayyat Syah. Selanjutnya kerajaan ini
menjadi daerah kekuasaan kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darusslam.[10]
3. Kerajaan Aceh Daussalam
Kerajaan Aceh
Darusslam didirikan pada tahun 1511 M oleh Sultan Ali Mughayyat Syah. Namun
yang menjadi peletak dasar kerajaan ini adalah ayahnya yaitu Sultan Alaudin
Riayat Syah. Raja pertama yang memimpin kerajaan ini adalah Ali Mughayyat Syah
yang dinobatkan pada hari Ahad tanggal 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M)[11]
Kerajaan ini
terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Di
sini pula terletak ibukotanya. Kerajaan Aceh disinyalir berdiri pada abad ke-15
M, di atas puing-puing Kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M).
Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.[12]
Menurut H. J.
de Graff,[13]
Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini manjadi bagian wilayah Aceh, dan
pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14.
Menurutnya, kerajaan Aceh merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu
Lamuri dan Aceh Da>r al-Kama>l. Ia juga berpendapat bahwa rajanya yang
pertama adalah Ali Mugghayyat Syah.
Ali Mughayyat
Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerjasama dengan
Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M. dengan kemenangannya terhadap
dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan sayap kekuasaannya ke
Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah Sumatera Timur, raja Aceh mengirim
panglima-panglimanya, salah seorang di antaranya adalah Gocah pahlawan yang
menurunkan sultan-sultan Deli dan Serdang.[14]
Puncak
kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1608-1637 M). Pada masnya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir tiur dan
barat Sumatera, mulai dari Aceh, Tanah Gayo, yang berbatasan dengannya juga
di-Islamkan, begitu juga dengan Minangkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang
berusaha menangkis kekuatan-kekuatan Islam yang dating, bahkan mereka melangkah
begitu jauh sampai minta bantuan Portugis.[15]
Pengganti
Sultan Iskandar Muda adalah Sultan Iskandar Tsani. Dia memerintah Aceh dengan
system liberal, lembut dan adil. Pada masanya Aceh terus berkembang untuk masa
beberapa tahun. Pengetahuan agama Islam maju dengan pesat. Akan tetapi
kematiannya diikuti oleh masaa-masa bencana. Selain perkembangan kekuasaan dan
perekonomian serta kekuatan politik negara, pada masanya kerajaan ini juga
mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Hal ini ditandai dengan
munculnya tokoh-tokoh ulama seperti: Syeh Abdullah Arif (dari Arab), Hamzah
al-Fans}uriy (tokoh Tasawuf), Syamsuddin al-Sumaterani (1630 M), dan Abdul Rauf
Singkel (1693 M).[16]
Kemunduran kerajaan ini disebabkan karena
semua penguasanya adalah perempuan (1641-1699 M), yaitu Sultanah Shafiyatuddin
Syah, Sultanah Zakiyatuddin Syah, dan Sultanah Naqiyatuddin Syah. Kebesaran
Kerajaan Aceh ini berakhir pada abad ke-18.
4. Kerajaan Siak
Kerajaan Siak
terletak di Kepulauan Riau di Selat Malaka. Raja Siak pertama adalah Sultan
Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M). Kerajaan Siak memiliki wilayah yang
luas. Penyebaran Islam di daerah ini berjalan dengan cepat. Kerajaan ini
memiliki peran yang sangat besar dalam menghadapi imperialism Portugis dan
Belanda.
Adapun
raja-raja yang pernah memimpin kerajaan ini adalah:
a.
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah
(1723-1746 M)
b.
Sultan Abdul Jalil Muzafar Syah
(1746-1756 M)
c.
Sultan Ismail Abdul Jalil Jamaluddin
Syah (1756-1766 M)
d.
Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
(1766-1780 M)
e.
Sultan Muhammad Ali Abdul Jail Muazam
Syah (1780-1782)
f.
Sultan Yahya Abdul Jalil Muzafar Syah
(1782-1784)
g.
Sultan
Sayid Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin (1784-1810)
h.
Sultan Sayyid Syarif Ibrahim Abdul
Jalil Khaliluddin (1810-1815)
i.
Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil
Saifuddin (1815-1864)
j.
Sultan Sayid Qasim Saifuddin I
(1864-1889)
k.
Sultan Sayyid Syarif Hasyim Syaifuddin
(1889-1908)
l.
Sultan Sayid Qasim Syaifuddin II
(1908-1946)
4. Kerajaan Islam Palembang Darussalam
Pada awalnya
Kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Demak. Sultan
pertama sekaligus pendiri kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572).
Pendapat lain menyatakan Kerajaan Islam Palembang Darussalam didirikan oleh
raja pertama Sultan Abdul Rahman
halifatul Mukminin Sayidil Islam
(1659-1706), dengan gelar pangeran Aria Kusuma Abdul Rahim.
Pada masanya
kerajaan ini mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam bidang
pengetahuan dan keilmuan. Hal ini karena pada waktu itu di sana terdapat ulama
Arab yang menetap di Palembang an menyebarluaskan ajaran agama Islam. Di
samping itu, Kesultanan Palembang juga menjadi bandar transit dan ekspor lada
karena letaknya yang strategis. Karena hal tersebutlah, maka Belanda datang dan
menguasai daerah ini, dan akhirnya Belanda menghapus Kesultanan Palembang
setelah berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badaruddin (1724-1758 M). Salah satu
peninggalan sejarah masa kejayaan kerajaan ini adalah Masjid Agung Palembang
yang didirikan pada masa kepemimpinan
Sultan Abdul Rahman.[17]
C.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA
- 1. Kerajaan Demak
Perkembangan
Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal
itu member peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Sebagaimana dicatat dalam sejarah
penyebaran Islam di tanah Jawa dilakukan oleh para wali songo (wali Sembilan).[18]
Mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal
pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja seolah-olah baru sah kalau
ia sudah diakui dan diberkahi wali sanga. Di bawah pimpinan Suan Ampel Denta,
wali sanga bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan
Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.[19]
Raden Patah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam
persoalan-persoalan agama dibantu oleh para ulama, wali sanga. Sebelumnya,
Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah vassal Majapahit yang
diberikan raja Majapahit kepada Raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi
pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan oleh para wali.
Masa kekuasaan
Raden Patah berlangsung kira-kira akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16 M.
Disebutkan bahwa Raden patah adalah anak seorang raja Majapahit dari seorang
ibu muslim keturunan Cempa. Raden Patah merupakan raja pertama Demak yang
sangat berjasa dalam pengembangan agama Islam di daerah kekuasaannya. Setelah
wafat ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sabrang Lor, yang dikenal dengan
nama Pati Unus (Adipati Yunus), yang ketika itu dia masih berumur 17 tahun
yakni bertepatan dengan tahun 1507 M.
Setelah ia
menduduki jabatan sebagai raja, ia merencanakan suatu serangan terhadap Malaka.
Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis
tahun 1511 M. Serangan yang dilakukannya mengalami kegagalan karena kerasnya
arus ombak dan kuatnya pasukan Portugis sehingga akhirnya ia kembali ke Demak
tahun 1513.[20]
Erkembang pesat di seluruh
Sepeninggal
Sabrang Lor, kekuasaan diduduki oleh Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan
Gunungjati dengan gelar Sulta Ahmad Abdul Arifin. Sultan Trenggono memerintah
Demak tahun 1524-1546 M. Pada masa ini agama Islam berkembang di seluruh tanah
Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Sultan Trenggono meninggal pada saat
melakukan penyerangan ke Blambangan (1546) dan kedudukannya digantikan oleh
adiknya, Sultan Prawoto. Pada masa kepemimpinan Sultan Prawoto Demak mengalami
kerusuhan sehingga membuat dia mati terbunuh. Kemudian kedudukannya digantikan
oleh Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aria Penangsang. Pada masa
pemerintahannya inilah kemudian Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang.
2. Kerajaan Pajang
2. Kerajaan Pajang
Kerajaan Islam
Pajang merupakan kelanjutan dari kerajaan islam Demak. Kerajaan Pajang
didirikan oleh Jaka Tingkir yang berasal
dari Pengging. Ia adalah menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di
pajang. Setelah ia mengambil alih kekuasaan dari tangan aria Penangsang pada
tahun 1546 M, seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang, dan ia bergelar
Sultan Hadiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dikembangkan dalam
format baru, titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan
pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban
Islam di Jawa.
Pada masa
Pemerintahan Sultan Hadiwijaya, perluasan wilayah mulai digalakkan, mulai dari
pedalaman kea rah timur sampai ke Madiun. Setelah itu ia menaklukkan Blora pada
tahun 1554 M, dan Kediri pada tahun 1577M. pada tahun 1581 M ia mendapat
pengakuan dari para raja Jawa sebagai Raja Islam. Pada masa pemerintahannya
kesusastraan dan kesenian keratin yang sudah maju di Demak dan Jepara lamban
laun dikenal di pedalaman Jawa. Demikian pula pengaruh Islam semakin kuat di
Pedalaman Jawa.
Sepeninggal
Sultan Hadiwijaya pada tahun 1587 M kedudukannya digantikan oleh menantunya,
Aria Panggiri, anak Sunan Prawoto, sementara anaknya sendiri, Pangeran Benowo
diberi kekuasaan di Jipang. Akan tetapi ia mengadakan pemberontakan kepada Aria
Panggiri dengan mendapat bantuan dari Senopati Mataram. Usahanya tersebut
berhasil dan ia mendapat tanda terima kasih dari Senopati berupa hak atas
warisan ayahnya. Akan tetapi, ia menolak tawaran tersebut dan hanya meminta
pusaka kerajaan Pajang untuk dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, kerajaan
Pajang berada di bawah perlindungan Mataram, yang kemudian menjadi daerah
kekuasaan Mataram.[21]
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. Kerajaan Pajang waktu itu
memberontak terhadap Mataram yang ketika itu dibawah kekuasaan Sultan Agung.
Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.[22]
3. Kerajaan Mataram
Kerajaan Islam
Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati. Setelah permohonan senopati mataram
atas penguasa Pajang berupa pusaka kerajaan dikabulkan, keinginannya untuk
menjadi raja sebenarnya telah terpenuhi.[23]
Sebab dalam tradisi Jawa, penyerahan seperti itu berarti penyerahan kekuasaan.
Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. sepeninggalnya, ia digantikan oleh
putranya yang bernama Mas Jolang yang terkenal dengan Sultan Seda Ing Krapyak
yang memerintah sampai Tahun 1613 M. Sultan Seda Ing Krapyak kemudian digantikan oleh
Sultan agung yang bergelar Sultan Agung Hanjakrakusuma Sayidin Panatangama
Khalifatullah Ing Tanah Jawi (1613-1646 M).
Pada masa
pemerintahan Sultan Agung inilah Kintak bersenjata antara kerajaan Mataram
Islam dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M, Sultan Agung digantikan oleh
putranya yaitu Amangkurat I. pada masanya terjadi perang saudara dengan
Pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama yang bertolak dari
keprihatinan agama.[24]
Tindakan pertama pemerintahanya adalah menumpas pendukung Pangeran Alit dengan
membunuh banyak ulama yang dicurigai. Ia yakin bahwa ulama dan santri merupakan
bahaya bagi tahtanya. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh (1647).
Amangkurat I bahkan merasa tidak memerluka titel ‘Sultan”.[25]
Pada tahun 1677 M pemberontakan ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual
Raden Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan
runtuhnya Kerajaan Mataram.
4. Kerajaan Cirebon
Kerajaan
Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan itu didirikan
oleh Sunan Gunungjati. Sunan Gunungjati diperkirakan lahir pada tahun 1448 M
dan wafat pada tahun 1568 M dalam usia 120 tahun. Karena kedudukannya sebagai
salah satu ulama yang termasuk dalam kelompok Wali Sanga, ia mendapat
penghormatan dari raja-raja di Jawa seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon
resmi berdiri senagai sebuah kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunungjati berusaha meruntuhkan Pajajaran yang masih belum
menganut ajaran agama Islam.
Dari Cirebon
Sunan Gunungjati mengembangkan ajaran agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Sunan
Gunungjati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau
Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh
putranya yaitu Panembahan Girlaya. Sepeninggalnya Kesultanan Cirebon diperintah
oleh dua orang putranya, yaitu martawijaya atau Panembahan Sepuh yang
memerintah Kesultanan Kesepuhan dengan gelar Syamsuddin dan Kartawijaya atau
Panembahan anom yang memerintah Kesultanan Kanaman dengan gelar Badruddin.
5. Kerajaan Banten
Kesultanan Banten
berawal ketika
Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada
tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati
bersama
pasukan Demak
merebut pelabuhan Banten
dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke
Demak.
Menurut
sumber Portugis, sebelumnya
Banten merupakan salah satu pelabuhan
Kerajaan Sunda
selain
pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda
Kalapa
dan Cimanuk.
Setelah penaklukan tersebut, Sunan Gunung jati kembali ke Cirebon dan
kekuasaannya diserahkan kepada anaknya yaitu Sultan Hasanuddin. Hasanuddin
kemudian menikahi putrid Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten pada
tahun 1552 M. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan wilayah Islam,
yaitu ke Lampung dan daerah sekitarnya di Sumatera Selatan, yang sebelumnya
tahun 1527 menaklukkan Sunda Kelapa.
Pada tahun 1568 M, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Sultan
Hasanuddin memerdekakan Banten. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai raja Islam
pertama di Banten. Ketika ia meninggal tahun 1570 M, kedudukannya digantikan
oleh putranya yaitu Pangeran Yususf. Pangeran Yusuf menaklukkan Pakuwan pada
tahun 1579 M sehingga banyak bangasawan Sunda yang masuk Islam.
Setelah Pangeran Yusuf meninggal pada tahun 1580 M, ia digantikan oleh
putranya, maulana Muhammad yang masih muda belia. Maulana Muhammad bergelar
Kanjeng Ratu Banten. Karena masih muda kekuasaan dipegang oleh seorang Qadhi yang bersama empat orang pebesar lainnya. Maulana Muhammad
meninggal pada tahun 1596 dalam usia 25 tahun ketika melakukan serangan
terhadap Raja Palembang. Setelah itu kedudukannya digantikan oleh anaknya yang
masih kecil, berumur lima bulan yang bernama Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir.
Ia memerintah secara resmi pada tahun 1638 M. ia mendapat gelar Sultan dari
Mekah. Dialah raja banten pertama yang mendapat gelar sultan yang sebenarnya.
Ia meninggal tahun 1651 dan digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath Abdulfath
atau yang dikenal dengan nama Sultan agung Tirtayasa.
Pada masa pemerintahan Sultan agung Tirtayasa terjadi beberapa kali
peperangan antara Banten dengan VOC. Hal ini terjadi karena Sultan agung
Tirtayasa antiBelanda. Sikapnya yang anti-Belanda itu mendapat dukungan dari
seorang ulama berpengaruh, yaitu Syekh Yusuf yang berasal dari Makasar.
Peperangan itu baru berakhir dengan disetujuinya perjanjia perdamaian pada
tahun 1659 M.[26]
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan
Banten
telah menjadi pelabuhan
internasional sehingga perekonomian
Banten maju
pesat. Wilayah
kekuasaannya
meliputi sisa kerajaan Sunda
yang tidak direbut
kesultanan
Mataram
dan serta wilayah yang sekarang
menjadi provinsi
Lampung.
Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun
1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
Pada zaman pemerintahan
Sultan Haji,
tepatnya
pada
12 Maret
1682,
wilayah
Lampung diserahkan
kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia
yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan
dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus
1682 yang
membuat
VOC memperoleh
hak monopoli perdagangan
lada
di Lampung.
Kesultanan Banten
dihapuskan tahun
1813 oleh pemerintah
kolonial
Inggris. Pada tahun
itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi
klimaks dari penghancuran
Surasowan oleh Gubernur-
Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.[27]
D.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI
KALIMANTAN
1. Kerajaan Banjar (Kalimantan Selatan)
1. Kerajaan Banjar (Kalimantan Selatan)
Kesultanan
Banjar merupakan kesultanan Islam yang terletak di Kalimantan bagian Selatan.
Kesultanan ini pada awalnya bernama Daha,[28]
sebuah kerajaan Hindu yang berubah menjadi kesultanan Islam. Kesultanan Banjar
berdiri pada tahun 1595 dengan penguasa pertama Sultan Suriansyah. Islam masuk
ke wilayah ini pada tahun 1470, bersamaan dengan melemahnya Kerajaan Mjapahit
di Pulau Jawa.
Kerajaan Banjar
yang dipimpin oleh Pangeran Samudera berperang dengan kerajaaan Daha. Kemudian
Pangeran Samudera meminta bantuan ke Demak dengan janji jika menang maka raja
beserta penduduknya akan masuk Islam. Maka berangkatlah tentara Demak menyerbu
Kerajaan Daha. Dalam peperangan itu, kerajaan Banjar yang dibantu Demak menang.
Sejak itu Pangeran Samudera masuk Islam, dan kerajaan Banjar dinyatakan sebagai
kerajaan Islam pada tahun 1550 M.
Ketika Sultan
Suryanullah naik tahta beberapa daerah di sekitarnya sudah mengakui
kekuasaannya yakni daerah Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit,
Medawi, dan Sambangan.[29]
Penyebaran
Islam secara luas dilakukan oleh Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang
ulama yang menjadi mufti besar Kalimantan. Hal ini terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Sryanullah. Setelah Sultan Suryanullah wafat, ia digantikan
oleh puteranya Sultan Hidayatullah, dan kemudia dia digantikan oleh Marhum
Panambahan yang dikenal dengan Sultan Muata’inullah. Pada masanya, ibukota
kerajaan dipindahkan beberapa kali, pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan,
dan Batang Banju, dan akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibukota tersebut
terjadi akibat datangnya pihak Belanda
ke Banjar dan menimbulkan huru-hara.
Kesultanan
Banjar mengalami kemunduran dengan terjadinya pergolakan masyarakat yang
menentang pengangkatan Pangeran TamjidillaBelanda h (1857-1859 M) sebagai
sultan oleh Belanda. Kemudian pada tahun 1859-1905 M terjadilah Perang Banjar
yang dipimpin oleh Pangeran Antasari melawan Belanda. Akibat perang ini Belanda
menghapuskan kesultanan Banjar pada tahun 1860 M. peninggalan sejarah Kerajaan
Banjar dapat dilihat dari bangunan masjid di Desa Kuin, Banjar barat
(Banjarmasin) yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah.[30]
2. Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur)
2. Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur)
Menurut risalah
Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja
Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan di Bandang, yang dikenal dengan
Datuk Ri Bandang dari Makasar. Seorang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan.[31]
Setelah peng-Islaman itu, Datuk Ri Bandang kembali ke Makasar sementara Tuan
Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota
tunduk kepada keimanan Islam. Setelah itu segera dibangun sebuah masjid dan pengajaran
agama dapat dimulai. Orang pertama yang mengikuti pengajaran tersebut adalah
Raja Mahkota sendiri, pangeran, para menteri, panglima, dan hulubalang, hingga
akhirnya semua warga Kutai.
Sejak saat itu
Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan agama Islam dengan pedang. Proses
islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575
M. penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada
waktu puteranya, Aji di Langgar (Aji Sultan Muhammad Salehuddin) dan pengganti-penggantinya
meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.
Pada masa
pemerintahan Aji di Langgar inilah Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaan.
Kerajaan Kutai mengalami kemunduran setelah Aji Sultan Muhammad Salehuddin
meninggal dunia. Peninggalan sejarah Kerajaan Kutai berupa makam para sultan di
Kutai Lama (dekat Anggana).
3. Kerajaan Sukadana (Kalimantan Barat)
Kerajaan Islam
Sukadana terletak di barat daya Kalimantan. Sekitar tahun 1590 M, Sukadana
berada di bawah pengaruh Kerajaan Demak. Raja Sukadana yang pertama masuk Islam
adalah Giri Kusuma, kemudian ia dinobatkan menjadi raja Islam pertama di
kerajaan Islam Sukadana. Raja-raja Sukadana yang banyak berjasa dalam penyiaran
Islam di Kalimantan adalah Giri Kusuma yang menjadi raja pada tahun 1590 M dan
Sultan Muhammad Syafruddin yang meninggal pada tahun 1677 M.
Pada tahun 1752
M, Kerajaan Islam sukadana melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Demak.
Kerajaan ini akhirnya runtuh karena kedatangan Belanda yang menjajah wilayah
Kalimantan pada tahun 1787. Kerajaan
Islam Sukadana berumur satu abad.
E.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI
SULAWESI
1. Kerajaan Gowa-Tallo, Bone, Wajo Soppeng, dan Luwu
Kerajaan Gowa-Tallo
adalah kerajaan kembar yang saling berbatasan. Kedua kerajan ini biasanya
disebut dengan kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di Semenanjung barat
daya pulau Sulawesi, yang merupakan daerah transit perdagangan internasional
yang sangat strategis.
Sejak
Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin
hubungan baik dengan Ternate. Ketika itulah raja Ternate berusaha mengajak
penguasa Gowa-Tallo untuk masuk Islam, tetapi gagal.
Islam diterima
di kerajaan Makassar setelah kedatangan Datuk Ri Bandang ke Gowa-Tallo. Raja
pertama yang masuk Islam adalah Sultan Alauddin (1591-1636 M). dia bergelar
Sultan ‘Alauddin Awwalul Islam. Setelah itulah diproklamirkan bahwa kerajaan
Makassar sebagai kerajaan Islam Makassar pada tahun 1603 M.
Penyebaran
Islam setelah itu berlangsung sesuai dengan tradisi yang telah lama diterima
leh para raja, keturunan To Manurung. Tradisi tersebut mengharuskan seorang
raja untuk memberitahukan “hal baik” kepada yang lain. Oleh karena itu kerajaan
Makassar menyampaikan ajaran Islam kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo,
Soppeng, dan Bone.[32]
Setelah sultan
Alauddin wafat, pemangku kerajaan digantikan oleh Sultan Said (1638-1653).
Setelah Sultan Said wafat ia digantika oleh Sultan Hasanuddin. Pada masa
kekuasaannya, Kerajaan Makassar mencapai masa gemilang, sebab pada saat itu
Sultan Hasanuddin melakukan ekspansi ke seluruh wilayah Sulawesi. Wilayah
kekuasaanya meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau
sekitarnya termasuk Sumbawa.
Sultan
hasanuddin pada saat berkuasa berniat untuk menjadikan Makassar sebagai
penguasa tunggal di jalur perdagangan Indonesia Timur. Oleh seab itu, dia harus
menghadapi kekuatan Armada VOC Belanda sebelum dapat menguasai Maluku.
Belanda
berusaha keras menghentikan serangan-serangan kerajaan Makassar. Untuk itu
Belanda bersekutu dengan raja Bone yang bernama Aru Palaka.[33]
Aru Palaka bersedia membantu Belanda dengan syarat akan diberikan kemerdekaan. Pada
tahun 1667 dengan bantuan kerajaan Bone Belanda berhasil menekan kerajaan
Makassar untuk menyetujui perjanjian Bongaya.[34]
Setelah Sultan
Hasanuddin turun tahta pada tahun 1669 M, Maspasomba puteranya berusaha menggantikan
kepemimpinan ayahya dan meneruskan perjuangan ayhya melawan Belanda.namun pada
akhirnya pasukan Kerajaan Makassar dapat dipukul mundur oleh Belanda dan jalur
perdagangan dikuasai oleh Belanda.
2 2. Kerajaan Buton
Kerajaan Buton
merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Kerajaan Buton menjadi kerajaan islam setelah Halu Oleo, raja keena kerajaan
tersebut memeluk agama Islam. Penyebaran Islam secara luas di daerah ini
dilakukan oleh Syaikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaima>n al-Pat}a>niy. Peninggalan sejarah kerajaan
Buton berupa benteng keratin dan Batupoara yaitu batu tepat berkhalwat
(mengasingkan diri) syaikh Abdul Wahid di akhir keberadaannya di Buton.
Ketajaan Buton selanjutnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Makassar.
3. Kerajaan Bima
Kerajaan Bima
adalah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Sumbawa bagian Timur. Kerajaan
Bima berubah menjadi Kerajaan islam pada tahun 1620 M setelah rajanya, La Ka’I
memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Khair.
Sepeninggal
La-Ka’i, penerus kerajaan dipangku oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin
(1640-1682 M). kerajaan Bima menjadi pusat penyebaran Islam kedua di Timur
Nusantara setelah kerajaan Makassar. Kerajaan Bima berakhir pada tahun 1951,
ketika Muhammad Salahuddin, sultan terakhir wafat. Peninggalan kerajaan Bima
antara lain berupa kompleks istana yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau
pintu gerbang kesultanan.
F.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLA DI MALUKU
1. Kerajaan Ternate
1. Kerajaan Ternate
Islam masuk ke
Maluku pada pertengahan terakhir abad ke-15. Sekitar tahun 1460 raja Ternate
memeluk agama Islam. Nama raja itu adalah Vongi Tidore. Ia mengambil seorang
istri keturnan ningrat dari Jawa.[35] Sepeninggal raja Vongi, tahta kerajaan
dilanjutkan oleh putranya yangbernama
Zainal Abidin Sultan Ternate. Pada tahun 1459, ia merantau ke Jawa belajar
agama Islam kepada Sunan Giri dan urusan pemerintahan diserahkan kepada
wakilnya.
Setelah Sultan
Ternate wafat, kerajaan dilanjutkan oleh Sultan Khairun. Pada saat
pemerintahannya (1564) Portugis mendatangi daerah tersebut dan berusaha
mengkristenisasi wilayah Ternate, namun hal tersebut tidak mendatangkan hasil.
Akan tetapi Portugis telah berhasil menguasai Ternate dengan mengadakan
perjanjian bahwa Ternate berada di bawah perlindungan kerajaan Portugis. Pada
waktu itu Portugis telah menjajah Malaka dan yang memerintah di sana adalah
Gubernur Portugis yang bernama de Mesquita.
Pada tahun
1565, Sultan Khairun melakukan Perang Sabil melawan kesewenang-wenangan de
Mesquita di Ternate. Karena terdesak, Portugis mengadakan perjanjian, tetapi
ketka penandatanganan perjanjian tersebut Sultan Khairun dibunuh.
Pengganti
Sultan Khairun adalah Sultan Baabullah (1570-1583). Sultan Baabullah melakukan
perang secara total terhadap Portugis. Perang antara tentara Ternate dan
tentara Portugis dimenangkan oleh Ternate pada tahun 1575. Sepeninggal
Baabullah digantikan oleh anaknya Saiduddin Barakat.
2. Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore
semasa dengan kerajaan Ternate, wilayah kerajaan ini meliputi sebagian
Halmahera, Pantai Barat Irian Jaya, dan sebagain kepualauan Seram. Raja Tidore
yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Cirali Litju, yang kemudian
berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin.[36]
Ketika Spanyol datang
ke Maluku pada tahun 1521 M mereka telah mendapati kerajaan Islam Tidore, dan
kerajaan ini telah ada 50 tahun sebelumnya. Setelah Sultan Jamaluddin
meninggal, digantikan oleh putranya Sultan Mansur.
3. Kerajaan Bacan
Kerajaan Bacan
adalah salah kerajaan kecil di Maluku. Pada tahun 1521 Raja bacan memeluk agama
Islam dan berganti nama menjadi Sultan Zainul Abidin. Wilayah kerajaan Bacan
meliputi kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Salawati, dan Misool. Kerajaan Bacaan
adalah salah satu Kerajaan islam yang tergabung dalam Uli Lima yaitu
persekutuan antara lima saudara yang dipimpin oleh Ternate ketika permintaan
cengkeh dan pala dari Negara Eropa meningkat. Setelah Portugis dating ke Maluku
menguasai seluruh daerah Maluku, para sultan di Kerajaan Bacan dipaksa Portugis
untuk memeluk agama Kristen.
4. Kerajaan Jailolo (Halmahera)
Kerajaan
Jailolo berdiri pada tahun 1521 M. Raja Jailolo yang pertama kali masuk islam
adalah raja kesembilan. Setelah masuk Islam raja tersebut berganti nama dengan
nama Sultan Hasanudin. Wilayah kerajaan ini meliputi sebagian Halmahera dan
pesisir utara Pulau Seram. Kerajaan Jailolo adalah salah satu kerajaan Islam
yang tergabung dalam Uli Siwa yaitu persekutuan antara Sembilan
bersaudara yang dipimpin oleh Tidore, yang merupakan saingan Uli Lima
dalam perdagangan rempah-rempah.[37]
Perseteruan ini terjadi setelah para pedagang Eropa dating ke Maluku. Salah
satu Negara Eropa yang bertandang ke Maluku adalah Portugis. Setelah Portugis
berhasil menguasai daerah-daerah di Maluku salah satunya adalah Jailolo, mereka
memaksa Kerajaan islam jailolo untuk masuk Kristen.
G.
SIMPULAN
Uraian di atas
meunjukkan bahwa Islam mengalami kejayaan di Nusantara sudah sejak awal abad
ketujuh Masehi atau berbarengan dengan abad pertama Hijriyah. Islam dapat masuk
dengan leluasa di Nusantara karena Indonesia khususnya Sumatera merupakan
tempat transit perdagangan para saudagar dari Arab, Cina, dan India. Hal
tersebut membuat asimilasi budaya Indonesia dengan Negara-negara pedagang
tersebut berjalan dengan mudah dan lancar. Selain itu agama Islam dapat dengan
mudah diterima di Nusantara karena ajarannya tidak memaksa dan bahkan ada
kemiripan dengan ajaran Hindu-Budha yakni dengan ajarannya tasawuf, cara
pendekatan diri kepada yang kuasa, sehingga jalur tasawuf juga disebut-sebut
sebagai jalur yang juga digunakan oleh para muballigh dalam menyebarkan
ajaran agama islam.
Kejayaan islam
di Nusantara terbukti dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang telah ada
sejak abad ketiga Hijriyah. Yaitu kerajaan Peureulak yang terdapat di Aceh,
bahkan kejayaan Isam di Nusantara memuncak ketika Samudera Pasai yang
disebut-sebut sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara menguasai beberapa
daerah di Sumatera.
Kejayaan Islam
nusantara juga dapat dilihat di Pulau Jawa. Yang mana penyebaran Islam
dilakukan dengan cepat terhadap kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu-Budha yang diprakarsai oleh Wali
Sanga (Wali Sembilan), yang juga disebut-sebut sebagai para ulama yang membabad
tanah Jawa menjadi daerah Muslim.
Islam di
Nusantara juga telah menyebar di seluruh kepulauan Kalimantan dan Sulawesi,
bahkan di kepulauan Maluku. Hal ini terlihat dari munculnya kerajaan-kerajaan
Islam seperti Ternate-Tidore di Maluku, Kerajaan Gowa-tallo di Sulawesi, dan
Kerajaan banjar di Kalimantan. Semua Kerajaan tersebut pada akhirnya harus
hancur karena kedatangan para pedagang Eropa yang dating ke Nusantara untuk
menjajah. Negara-negara tersebut adala Portugis yang menguasai Makassar dan
Maluku, dan Belanda yang telah berhasil menjajah Indonesia selama tiga setengah
abad. Kini kejayaan Islam pada masa sebelum kolonial Belanda dapat kita lihat
melalui peninggalan-peninggalan sejarah yang menjadi bukti bahwa Islam pernah
Berjaya di nusantara.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Taufik (Ed.). 1992. Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta:
MUI
------------------.
1987. Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Affandi
, Bisri (ed.). 1993. Dirasah islamiyah III, Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Surabaya: Anika Bahagia Offest.
Amin,
Samsul Munir. 2002. “Sejarah Masuknya Islam di Indonesia” dalam Manarul
Qur’an, Edisi Juli.
-----------------. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Anshari, Endang Saifudin. 1990. Wawasan
Islam. Jakarta: Rajawali Press.
As,
Muhammad Syamsu. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya.
Jakarta: Lentera.
As,
Nab Bahany. 2011. Rekonstruksi Sejarah Awal Berdirinya Kerajaan Islam di
Nusantara dan Asia Tenggara (Makalah
disampaikan pada konferensi dan seminar internasional “Malikussaleh Dulu, Kini,
dan yang Akan Datang” di Universitas Malikussaleh Lhoksmawe Aceh tanggal 11s.d.
12 Juli.
Graff,
H. J. de. “Islam di Asia Tenggara sampai abad ke-18” dalam Azyumardi Azra.
1989. Perspektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Graff,
H. J. de. 1987. Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senapati.
Jakarta: Grafitipers.
Hasjmy,
A. 1989. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Bandung:
Al-Maarif.
Kartodirdjo,
Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid I. Jakarta:
Gramedia.
Muljana,
Slamet. 2007. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Tumbuhnya Negara-Negara
Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKis.
Ras,
J.J. 1968. Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiography. The Hague
Martinus Nijhoff: KTLV.
Sarijo,
Marwan. 1990. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia . Jakarta: Darma
Bakti.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah
Peradaban Islam. Bandug: Pustaka Setia.
Tjandrasasmita,
Uka (Ed.). 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.
Usman,
Arani. 2003. Sejarah Peradaban Aceh: Suatu Analisis Interaksionis,
Integrasi, dan Konflik. Jakrta: Yayasan Obor.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Yusuf, Slamet Efendi. 1983. Dinamika
Kaum Santri. Jakarta: Rajawali Press.
Zuhri,
Saifuddin. 1981. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia
. Bandung: al-Maarif.
[1]
Endang Saifudin Anshari, Wawasan
Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1990), 253.
[2]Samsul Munir Amin, “Sejarah
Masuknya Islam di Indonesia”, dalam Manarul Qur’an, Edisi Juli 2002, 14.
Hal tersebut juga merupakan simpulan seminar masuknya Islam ke Indonesia di
Medan tahun 1963. Hasil seminar tersebut antara lain menyatakan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah dan langsung dari Arab, daerah
pertama yang didatangi ialah Pesisir Sumatera, penyiarannya dilakukan dengan
cara damai, dan dilakukan oleh para muballigh yang selain mentiarkan
Islam juga berprofesi sebagai saudagar. Lihat Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan
Islam dan Perkembangannya di Indonesia
(Bandung: al-Maarif, 1981), 176. Lihat juga A. Hasjmy, Sejarah Masuk
dan Berkembangnya Islam di Indonesia (Bandung: Al-Maarif, 1989), 213. Menurut
hemat penulis, pendapat kedua lebih kuat, sebab beberapa alasan yang
dikemukakan di atas, memungkinkan Islam telah masuk ke nusantara sejak Nabi
Muhammad hidup dan memproklamirkan agama Islam.
[3]
Marwan Sarijo, Sejarah
Pondok Pesantren di Indonesia
(Jakarta: Darma Bakti, 1990), 16.
[4]
Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 309-312.
[5]
Arani usman, Sejarah
Peradaban Aceh: Suatu Analisis Interaksionis, Integrasi, dan Konflik (Jakrta:
Yayasan Obor, 2003), 8-9.
[6]
Muhammad Syamsu As, Ulama
Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya (Jakarta: Lentera, 1996), 9.
[7]
Nab Bahany As, Rekonstruksi
Sejjarah Awal Berdirinya Kerajaan Islam di Nusantara dan Asia Tenggara (Makalah disampaikan pada konferensi dan
seminar internasional “Malikussaleh Dulu, Kini, dan yang Akan Datang” di
Universitas Malikussaleh Lhoksmawe Aceh tanggal 11s.d. 12 Juli 2011.
[8]
Slamet Muljana, Runtuhnya
Kerajaan Hindu Jawa dan Tumbuhnya Negara-Negara Islam di Nusantara (Yogyakarta:
LKis, 2007), 130.
[9]
Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam (Bandug: Pustaka Setia, 2008), 195.
[10]
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 207-208.
[11]
Amin, Sejarah Peradaban,
333.
[12]
Haal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Anas Machmud dalam tulisannya yang berjudul “Turun
Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Pulau Sumatera” dalam
A. Hasjmy, Sejarah Masuk, 286.
[13]
H. J. de Graff, “Islam di
Asia Tenggara sampai abad ke-18” dalam Azyumardi Azra (Ed.), Perspektif
Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), 5.
[14]
Badri Yatim, sejarah
Peradaban, 209.
[15]
Azyumardi Azra, Perspektif
Islam, 6.
[16]
Amin, Sejarah Peradaban,
333.
[17]
Ibid., 334-335.
[18]
Di Jawa berdasarkan cerita
tradisonal dan babad-babad, yang mendapat gelar wali dianggap sebagai pembawa
dan penyebar Islam di daerah-daerah pesisir. Tidaklah semua wali yang tergolong
wali sanga berasal dari negeri luar, bahkan sebagian besar dari wali sanga
menurut cerita dalam babad-babad berasal dari jawa sendiri. Lihat Uka
Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta: balai
Pustaka, 1984), 197; lihat juga Slamet Efendi Yusuf, Dinamika Kaum Santri (Jakarta:
Rajawali Press, 1983), 3.
[19]
Taufik Abdullah (Ed.), sejarah
Umat Islam Indonesia (Jakarta: MUI
1992), 69.
[20]
Amin, Sejarah Peradaban,
336; lihat juga Badri Yatim, Sejarah, 211.
[21]
Ibid., 337.
[22]
Yatim, Sejarah
Peradaban, 214.
[23]
Pusaka-pusaka kerajaan
yang dimaksud di ataranya adalah Gong Kiai Sekar Dlima, Kendali Kiai Macan
Guguh, dan Pelana iai Jatayu. Lihat H.J. de Graff, Awal Kebangkitan Mataram,
Masa Pemerintahan Senapati (Jakarta: Grafitipers. 1987), 95.
[24]
Taufik Abdullah, Islam
dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia
(Jakarta: LP3ES, 1987), 142.
[25]
Ibid., 108.
[26]
Sartono Kartodirdjo, Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid I (Jakarta: Gramedia,
1987), 14.
[27]
Bisri Affandi (ed.), Dirasah
islamiyah III, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Surabaya: Anika Bahagia
Offest, 1993), 254.
[28]
Dikisahkan dalam Hikayat
Banjar, bahwasannya kerajaan Daha dipimpin oleh Raja Sukarama, dia memiliki
empat orang putra. Ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia
berwasiat agar yang menggantikannya adalah cucunya yakni Pangeran Samudera yang
kemudian mendapat gelar Sultan Suriansyah. Hal tersebut membuat anak-anaknya
tidak terima terutama Sultan Tumanggung yang berambisi menduduki tahta kerajaan
Daha. Setelah raja wafat kekuasaan dipegang oleh anak tertua yakni Pangeran
Mangkubumi, namun tidak lama kemudian ia meninggal karena dibunuh oleh
seseorang yang disuruh oeh Pangeran Tumanggung, akhirnya kedudukan raja diambil
oleh Pangeran Tumanggung. Kemudian Pangeran Samudera menghimpun kekuatan dengan
dibantu oleh seorang patih dan berhasil menguasai Muara Bahan. Dan kemudian ia
meminta bantuan kerajaan Demak untuk merebut kekuasaan kerajaan Daha. Lihat J.J
Ras, Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiography (The Hague Martinus
Nijhoff: KTLV, 1968), 376-398.
[29]
Abdullah (ed.), Sejarah, 87.
[30]
Amin, Sejarah
Peradaban, 340.
[31]
Yatim, Sejarah
Peradaban, 221.
[32]
Raja Luwu segera menerima
ajaran islam, sedangkan tiga kerajaan lain yang terikat dalam aliansi
Tallumpoeco (tiga kerajaan) dalam perebutan hegemoni dengan Gowa-Tallo,
menerima islam kemudian melalui peperangan. Wajo menerima islam pada tanggal 10
Mei 1610 dan Bone menerima islam tanggal 23 November 1611 M. adapun kerajaan
Soppeng tidak dipastikan kapan menerima ajaran Islam. Lihat, Yatim, Sejarah
Peradaban, 223-224.
[33]
Sebagaimana diketahui
bahwa Bone adalah saingan Gowa dalam perebutan hegemoni. Oleh karena itu
meskipun sudah menganut ajaran Islam ia masih tetap ingin merdeka dari
kekuasaan kerajaan Makassar. Bahkan peperangan-peperangan pun sering terjadi
antara Bone dan Makassar sejak diterimanya Islam oleh kerajaan Bone. Lihat Tjandrasasmita, Sejarah Nasinal, 98.
[34]
Perjanjian Bongaya berisi
tiga hal. Pertama, VOC mendapat hak monopoli dagang di Makassar. Kedua, Belanda
dapat mendirikan benteng Routterdam di Makassar. Ketiga, Makassar harus melepas
daerah yang dikuasainya dan mengakui Aru Palaka sebagai raja Bone. Ibid, 99.
[35]
Menrut Amin Raja pertama
Ternate masuk islam pada tahun 1465, nama raja tersebut adalahJraja Gapi Baguna
atas ajakan Maulana Husein. Raja Gapi Baguna menduduki tahta hingga tahun 1486.
Setelah ia wafat ia terkenal dengan sebutan Raja Marhum. (Lihat Amin, Sejarah
Peradaban, 341). Berbeda dengan Amin, menurut H.J de Graff raja pertama
yang benar-benar muslim adalah Zainal Abidin (1486-1500 M). di masa itu
gelombang perdagangan Muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah terhadap
tekanan para pedagang muslim tersebut dan memutuskan belajar agama Islam di Madrasah
Giri. Ia dikenal dengan nama Raja Bulawa. Ketika kembali dari Jawa ia mengajak
Tuhubahabul ke daeahnya. Yang terakhir inilah kemudian dikenal sebagai penyebar
utama Islam di kepualuan Maluku. (lihat de Graff, Islam, 14).
[36]
Amin, Sejarah
Peradaban, 342.
[37]
Tjandrasasmita, Sejarah,
100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar